Saya mendengarkan kajian Rabu malam-nya Shift Media tadi yang disampaikan oleh Kang Harri. Menurut saya bagus dan
biar ngga lupa saya catet disini. Barangkali teman-teman yang tidak sempat
streaming mau baca juga.
***Disclaimer: ini adalah ringkasan berdasarkan pemahaman
saya ketika mendengarkan kajian ya, jadi kalau nanti ada yang salah-salah mohon
dimaafkan dan diberi masukan. Terimakasihhh***
Youtube: Shift Media |
Kang Harri membahas
tentang emosi. Sedih, senang itu semua adalah emosi. Beliau kemudian meminta
jamaah untuk membayangkan hal tersedih yang pernah mereka alami. Lalu tanpa
koordinasi apapun semua mengeluarkan ekspresi yang sama. Matanya redup, dahi
terlipat, bibir manyun dan punggung membungkuk. Itu adalah ekspresi otomatis
ketika kita sedih. Hingga jamaah yang jumlahnya ratusan tu tanpa aba-aba
melakukan hal yang sama. Kemudian Kang Harri meminta jamaah untuk duduk tegap,
senyum lebar, kemudian melihat ke atas. Lalu beliau bertanya, apakah bisa membayangkan
ekspresi sedih dengan posisi itu? Jamaah serempak menjawab tidak bisa. Nah, the
point is OUR EMOTIONS IS OUR MOTIONS. Emosi adalah apa gerakan yang kita lakukan. Kalau
kita sedih, maka bergeraklah. Bergeraklah agar sedih itu segera hilang.
Yang kedua, OUR EMOTION IS NOT OUR PROBLEM. Maksudnya? Sedih, senang dan emosi lainnya itu adalah sebuah akibat dari
apa yang terjadi. Jadi, yang menjadi masalah bukanlah sedihnya, tapi peristiwa apa yang terjadi.
Kapan kita bisa sedih? Kita sedih
ketika:
Ekspektasi > Realita (Ekspektasi lebih besar dari realita. Misal kita ekspektasi gaji jutaan,
eh realitasnya cuma ratusan ribu)
Nah lalu kapan kita senang? Kita senang ketika:
Ekspektasi < Realita (Ekspektasi lebih kecil dari realita. Misal perkiraannya dapet gaji
ratusan ribu, eh ternyata dapet gajinya jutaan)
Jadi ketika ekspektasi lebih besar dari realita (yang membuat kita sedih itu) apa
yang perlu diubah? Ekspektasinya atau realitanya? That’s right. Tentu saja realitanya. Ketika kita ingin gaji jutaan
tapi kenyataanya dapet ratusan ribu, ya perbaki performa kita. Atau kalau tidak
cari tambahan penghasilan dari hal lain. Dan itu semua tentang realitas bukan? Jadi teman-teman. emosi adalah sinyal atas apa
yang terjadi. Apapun itu emosinya, lihat, pahami, itu
sinyal apa.
Kemudian ditengah-tengah kajian, Kang Harri
mendatangkan seorang calon Doktor dalam bidang Psikologi dari UGM bernama Zein
Permana. Beliau membuka dengan menyatakan
bahwa manusia adalah makhluk dengan kemampuan tunda. Tidak seperti binatang
yang ketika dia melihat mangsa dia langsung menerkamnya. Manusia tidak begitu. Laki-laki
yang suka pada seorang wanita misalnya. Apakah ia akan langsung mendatangi
wanita itu, menyatakan perasaan? Tidak kan, karena mereka memiliki kemampuan
tunda. Ntar dulu deh, minder euy saya masih begini, atau ntar dulu deh saya
susun kata-kata dulu. Nah itulah maksudnya kemampuan tunda. Hal ini telah
dibuktikan oleh peneliti Prancis bernama Walter Michel.
Mungkin teman-teman pernah melihatnya di yutub. Itu lho yang ada beberapa anak yang ditinggal di sebuah ruangan yang kosong
kemudian dihadapan mereka ditaruh marshmallow. Lalu dikatakan kepada mereka
bahwa marshmallow ini untuk mereka, tapi kalau mereka bisa menahan untuk memakannya
sampai waktu tertentu, mereka akan mendapatkan satu marshmellow tambahan. Nah berbagai
macam respon ditunjukkan oleh anak-anak. Perlu diingat kondisinya disana,
marshmallow adalah makanan yang susah ditolak oleh anak. Semua anak suka
marshmallow. Responnya, ada yang benar-benar tidak memakannya, ada yang
memakannya dan ada juga yang cuma menjilatnya (karena mungkin dia pikir yang
tidak boleh kan makan, berarti jilat gapapa wkwk). Kemudian data anak-anak ini
disimpan hingga 10 tahun kemudian ditanyakan bagaimana keadaan anak-anak ini di
sekolah. Anak yang tidak memakan marshmallownya sama sekali, yang dengan itu
akhirnya dia mendapat 2 marshmallow, cenderung memiliki prestasi yang lebih
baik ketimbang anak-anak lain. Kemudian, beberapa tahun kemudian murid dari
Walter Michel ini melanjutkan penelitiannya ketika anak-anak itu sudah dewasa. Dan
ditemukan bahwa anak yang tidak memakan marshmallow tadi sudah bekerja dan berpenghasilan
lebih besar dibanding yang lainnya. Itulah yang membuktikan bahwa manusia
memiliki kemampuan tunda. Psikologi juga sangat mendukung konsep puasa dalam Islam.
Kita dilatih untuk menahan diri dari hal yang diperbolehkan agar nantinya lebih
mudah menahan diri dari hal yang dilarang.
Beliau
juga menyatakan bahwa manusia adalah makhuk dengan kemampuan membentuk simbol. Coba
dijawab: apakah
ada huruf A di dunia ini? Apakah ada angka 1 di dunia ini? Hayo dijawab
dulu.... :)
Jawabannya tidak ada. Huruf dan angka itu bukan realitas. Melainkan hanya
simbol yang disepakati bersama. Jadi wujudnya huruf A sama angka 1 itukan ga
ada tho? Ia hanya tulisan, simbol yang sekali lagi disepakati bersama. Nah, perasaan adalah
simbol yang
kita buat. Dia bukan realitas. Seperti
halnya mental time travel yang banyak dimiliki anak muda sekarang. Jika si doi yang kita taksir ngechat “Apa kabar?” lalu kita mikirnya : apa ya maksudnya dia nanya
ini, wah dia suka aku juga nih, atau bahkan sudah kepikiran konsep resepsi?
Jadi pertanyaan tadi realitasnya adalah nanya kabar. Nah
perasaan-perasaan jauh ke masa depan itulah yang kita
bangun sendiri. Paham?
Terakhir, mungkin kita
sering tidak menginginkan sedih, kita selalu berharap senang terus. Padahal, emosi itu tidak ada yang
jelek, semua dipergilirkan. Bisa stress juga tau kalau kita seneng terus ga
pernah sedih. Rasa atau emosi juga bukan untuk dipilih. Karena semua
pasti akan mengalami rasa-rasa itu dipergilirkan. Cukup berdoa, Ya Tuhan, untuk setiap rasa apapun yang dipergilirkan padaku, izinkan aku selalu dekat denganmu. :)
O iya, sebagai tambahan,
bahagia itu tanpa syarat sebenernya. Putuskan bahagia, lalu bergeraklah. Nah ini mengapa olahraga itu penting. Olahraga mempercepat metabolisme tubuh. Akan banyak sel-sel
ditubuh kita yang hilang kemudian diganti dengan yang baru. Jadi kesedihan-kesedihan
yang ada bersama sel-sel lama kita juga akan ikut hilang diganti dengan sel-sel
baru yang membawa rasa bahagia. Sebaliknya, mager membuat
sel-sel dalam tubuh abadi, jadi sedihnya juga ikut abadi. Make sense kan?
Kang Zein bertanya lagi. Kalau
saya mengatakan gajah merah apa yang ada di benak kalian? (boleh dibayangin
dulu gaes)
Mungkin ada yang membayangkan
gajah duduk warna merah, atau ada juga yang membayangkan tulisan gajah merah
dan banyak lagi lainnya. Nah bayangan itu adalah rasa. Harus diwujudkan dalam sesuatu hal atau minimal penjelasan detail agar maksud gajah merah tadi dipahami dengan pemahaman yang sama. Kalau hanya sekadar rasa, ya itu bukan kenyataan. Tapi kita tuh bisa
membuat rasa bukan sekadar menjadi rasa. Yaitu dengan mengubah rasa itu menjadi sebuah karya. Apa yang dirasakan harus ada wujudnya. Kalau misal lagi skripsi, terus kita merasa sedang
sedih, sedang males. Ya ngga papa. Kerjakanlah skripsi dengan kemalasan dan kesedihan itu. Yang
penting kan nanti selesai skripsinya. Buat apa
meributkan
rasa-rasa yang
kita cipta sendiri?
Terus satu lagi,
Ada yang nanya, gimana
kalau merasa sedih tapi tidak tau sedih karena apa. Nah untuk pertanyaan ini
jawabannya adalah: jujur sama diri sendiri. Karena kejujuran adalah dasar
kemajuan.
Yang penting juga, mari definisikan realitas lalu kasih harapan agar kita bisa melewatinya. Kemudian perhatikan juga gerakan kita. Terlalu banyak gerak tanpa ambil hikmah juga bisa jadi stress. Hikmah itu hadir karena melibatkan Allah. Allah-lah pemilik hati, tempat pengolah rasa itu. Kalo ngga libatin Allah ya bisa
jadi stress. Aktif tapi sampe mengalahkan kewajiban-kewajiban kita pada Allah itu juga akan
jadi masalah.
Terakhir, (kalo ini beneran terakhir hehe) standar utama menjadi manusia adalah sabar
dan syukur. Kita berubah bukan karena ilmu yg kita punya, tapi karena ilmu dan action yg kita
buat.
Sekian.
Ringkasan (yang tidak
ringkas) dari kajian Rabu malam-nya Shift Media (di Youtube)
14 Agustus 2019
0 komentar:
Posting Komentar