Dalam
hidup ini, satu yang tak akan pernah kembali. Waktu. Setiap menit berlalu, tak
peduli apa yang terjadi, tak pernah basa basi bertanya bagaimana perasaaanmu,
tak pernah mau kembali sekeras apapun kau minta. Mungkin tak menjadi soal ketika
kau lewati menitmu barusan dengan kebaikan yang menyenangkan dan membuatmu
bahkan orang lain bahagia. Kau hanya tinggal mengulum senyum terbaikmu, lalu
bersyukur tak hanya lewat lisanmu, namun juga dengan sikap yang pasti kau lebih
tahu bagaimana caranya.
agunkzscreamo.blogspot.com |
Namun
persoalan tak akan sesederhana itu jadinya jika kau baru saja melewatkan menit
yang kau punya dengan sebuah, katakanlah, kesalahan. Atau kegagalan yang
membuatmu terluka. Menyesal pasti. Lalu kau hanya bisa merenungi setiap detik
yang terlewat untuk kemudian memilih antara dua pilihan. Terus merawat luka
itu, atau bangkit menyembuhkannya meski kau tahu, itu sama sekali tak mudah.
Kita
hidup dalam dimensi waktu yang membatasi jatah tinggal di dunia yang kemudian
kita kenal dengan namanya usia. Hei, berapa usiamu sekarang? Tak perlu kau
katakan, jawab saja dalam hati. Tenang saja, aku tak akan menanyakan pertanyaan
memojokkan seperti “Apa yang sudah kau lakukan? Hal hebat apa saja yang telah
kau buat? Berapa kali kau membuat orang sekelilingmu bangga dengan pencapaianmu?”.
Bukan. Aku hanya ingin bertanya, bahagiakah kau sampai dengan usia yang kau miliki
sekarang? Tentu saja tak perlu kau jawab lagi didepanku. Jawab saja di dalam
hati. Karena yang tahu persis kau bahagia atau tidak adalah dirimu sendiri.
Aku
tak akan membahas soal peringatan ulang tahun beserta perayaan ulang tahun yang
masih menjadi perdebatan itu. Aku hanya menganggap tanggal lahir adalah sesuatu
yang harus kutuliskan disetiap identitas yang diminta selama hidupku. Dan satu
lagi, yang lebih penting, sebagai semacam alarm yang mengigatkan, hei, kau
semakin tua loh, jatah hidupmu berkurang lagi, sudah semakin tak pantaslah itu
mengeluh terus, ngambek saat keinginan tak terpenuhi, gampang sekali
menyalahkan orang, teledor mengurus diri sendiri, egois, apalagi lebay tanpa
peduli momen, dan sederet sifat childish lainnya. Idealnya sih setiap hari
harusnya sadar akan hal ini ya, tapi ya namanya manusia, kadang lupa
introspeksi. Entah benar-benar lupa atau sengaja lupa. Kadang tenggelam dalam
kesibukan yang disadari atau tidak, kita sempat mengeluh, atau memunculkan
kembali sifat buruk yang kita punya.
Tanggal
lahir, tak terlalu spesial sebenarnya. Esensi tanggal lahir justru adalah
peringatan usia yang semakin berkurang. Toh setiap hari usia kita berkurang
bukan? Tapi saat banyak doa-doa baik terucap, yang mungkin tak setiap hari bisa
terucap sebanyak itu kecuali oleh orang tua kita, saat banyak perhatian
tercurahkan, yang pasti tak bisa diberikan setiap hari, saat itulah ia mengingatkan
betapa kita tak sendiri. Menggugurkan alasan untuk menyerah saat kita merasa
sendiri, padahal sejatinya kita tak pernah sendiri bukan?
Bukan tentang ucapan selamat ulang tahunnya, bukan tentang perayaan apalagi kue, tumpeng atau kadonya. Tapi tentang introspeksi tadi, yang mungkin sering terlupa dihari-hari kita.
Bukan tentang ucapan selamat ulang tahunnya, bukan tentang perayaan apalagi kue, tumpeng atau kadonya. Tapi tentang introspeksi tadi, yang mungkin sering terlupa dihari-hari kita.
Pun saat tak
ada doa yang terucap dari orang-orang disekitar kita, saat tak ada yang ingat
tanggal lahir kita, itu juga bukan alasan untuk bersedih. Kembali lagi, hari
lahir adalah peringatan berkurangnya usia sementara sebenarnya setiap hari usia
kita juga berkurang, dan sebenarnya harus disadari setiap hari. Jadi semakin
tak terlihat spesial kan jika begini? Ditambah lagi, pasti akan tetap ada doa dari
orang tua yang tak pernah putus untukmu yang itu lebih dari cukup membersamaimu
melewati hidup yang tak mudah ini.
Tak ada ucapan
ulang tahun tak menutup jalan suksesmu, tak membuatmu tak bisa bernafas, tak
membuat dunia ini runtuh. Jadi ya hal-hal spesial yang terjadi di hari lahir
itu seperti baju baru saat lebaran, ada ya dinikmati, engga ada ya tak masalah.
#Gitu aja sih. Ambil positifnya saja.
Oh iya, jadi berapa usiamu? mari sesuaikan dengan sikap yang sewajarnya lahir dari usia itu. Kemarin sempat baca kalimat Tere Liye yang layak direnungkan.
“Kalau usia kita sudah lewat 20,
sudah saatnya menyadari, kita sudah bukan lagi remaja belasan tahun. Kita sudah
dituntut bertanggung-jawab atas banyak hal. Kalau usia kita sudah lewat 25,
wah, ini sudah seperempat abad. Banyak2lah merenung, mau kemana, apa visi misi
hidup, cita-cita, dsbgnya. Repot sekali jika kita masih kecentilan seperti
remaja di dunia maya pun di dunia nyata. Lihat, sudah punya banyak keponakan
bukan? Manggil Tante, Om ke kita. Kalau usia kita sudah lewat 30, kita sudah
emak-emak, bapak-bapak keles. Wah, wah, masih merasa remaja? Seharusnya pola
pikir kita sudah matang sekali. Kita bukan lagi ABG yang penuh drama”.
Terakhir,
jangan lupa berikan rasa terimakasih setulus mungkin pada mereka yang telah
susah payah, meluangkan waktu, tenaga, bahkan biaya untuk memberikan
kebahagiaan positif di tanggal lahirmu. Tak hanya lewat lisan, lanjutkan dengan
sikap kita yang konsisten untuk terus menghargai, mendukung, mengigatkan, dan
yang terpenting, mendoakan mereka. Karena kita makhluk sosial, dan karena agama
juga memerintahkan untuk menjaga habluminannas, mari bangun hubungan baik
dengan sesama. Tak masalah jika dijalan ada kerikil yang memunculkan konflik,
karena itulah yang akan mendewasakan kita.
Semarang, 26 Juni 2016.
#SelinganPagi
(y)
BalasHapus:D
BalasHapus