Pict: goodreads.com |
Dahlan melalui satu-persatu masalahnya disini. Berkonflik dengan dosen karena dia tak memiliki kemeja, persoalan wanita yang cukup membuatnya pusing karena selain Aisha, Maryati juga mencintainya. hingga puncaknya ia bermasalah dan menjadi buronan tentara. Oh tidak!
Dahlan sudah dewasa ketika keadaan krisis 1998 terjadi. Meski jauh dari Jakarta, tak berarti Samarinda harus diam. Mereka menggelar unjuk rasa. Tak disangka ujung dari tindakan itu membuat Dahlan sebagai pemimpin masa dan beberapa temannya menjadi sasaran penangkapan tentara. Semua temannya tertangkap, kecuali dirinya yang terselamatkan karena jatuh di jurang. (?)
Iya, dia selamat karena setelah jatuh di jurang itu, ia ditolong oleh seorang nenek baik hati yang mau merawatnya hinga sembuh. Lagi-lagi, proses ini dilalui dahlan dengan hadirnya seorang wanita, teman kuliah, yang mencintai dirinya. Dahlan sangat menghormati Nenek Saripa yang telah menolongnya. Ia juga prihatin karena ia melihat perempuan renta sekaligus perantau itu hidup sendirian disini. Hingga ia tertohok mendengar kalimat Nenek Saripa,
"Kaulah yang hidup sendirian. Ada orang lain yang menunggumu, tapi kau tak acuh. Ada yang mengharapkan kedatanganmu, tapi kau tak peduli. Jangan menganggap nasib yang menimpamu itu terjadi pula pada orang lain anak muda."
Dahlan mengakhiri serangkaian aktivitas mahasiswanya dan berpindah menjadi wartawan di sebuah media massa daerah. Karirnya melejit meski diawali dengan berbagai penolakan. Dan sebagaimana kita tahu, Dahlan Iskan lalu menjadi pemimpin redaksi Jawa Pos yang gemilang.
Novel yang penuh inspirasi. mengajarkan banyak hal tentang perjuangan dalam hidup dan bagaimana bersikap. Kutipan favorit saya di novel ini adalah nasehat dari Bapak Iskan (Ayahnya Dahlan Iskan)
"Lidah dan hati meski kau jaga lebih hati-hati"
0 komentar:
Posting Komentar