Resensi Novel Surat Dahlan

by 03.21 0 komentar
Pict: goodreads.com
Novel ini adalah lanjutan dari novel sebelumnya yaitu Sepatu Dahlan yang mengisahkan masa kecilnya. Surat Dahlan mengisahkan lika-liku perjalanannya semasa merantau untuk kuliah di Samarinda. Dahlan memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya di Kebon Dalem untuk menempuh pendidikan di salah satu universitas di Kalimantan itu. Disana ia tinggal dengan Mbak Atun, kakak perempuannya. Dia harus memulai perjuangan yang barangkali lebih berat disini. Termasuk menahan rindu karena harus berpisah dengan Aisha. Ah, rindu ya. Entah pantas atau tidak karena bahkan Dahlan tak bisa menjanjikan apapun pada Aisha kecuali janji bertemu 3 tahun lagi. Sering Aisha mengiriminya surat, mengabarkan keadaanya. Namun Dahlan selalu berhasil untuk menahan diri untuk tidak membalasnya demi tidak memberikan harapan pada Aisha. Sekali lagi dia belum merencanakan apa-apa untuk masa depannya, termasuk soal menikah.
Dahlan melalui satu-persatu masalahnya disini. Berkonflik dengan dosen karena dia tak memiliki kemeja, persoalan wanita yang cukup membuatnya pusing karena selain Aisha, Maryati juga mencintainya. hingga puncaknya ia bermasalah dan menjadi buronan tentara. Oh tidak!
Dahlan sudah dewasa ketika keadaan krisis 1998 terjadi. Meski jauh dari Jakarta, tak berarti Samarinda harus diam. Mereka menggelar unjuk rasa. Tak disangka ujung dari tindakan itu membuat Dahlan sebagai pemimpin masa dan beberapa temannya menjadi sasaran penangkapan tentara. Semua temannya tertangkap, kecuali dirinya yang terselamatkan karena jatuh di jurang. (?)
Iya, dia selamat karena setelah jatuh di jurang itu, ia ditolong oleh seorang nenek baik hati yang mau merawatnya hinga sembuh. Lagi-lagi, proses ini dilalui dahlan dengan hadirnya seorang wanita, teman kuliah, yang mencintai dirinya. Dahlan sangat menghormati Nenek Saripa yang telah menolongnya. Ia juga prihatin karena ia melihat perempuan renta sekaligus perantau itu hidup sendirian disini. Hingga ia tertohok mendengar kalimat Nenek Saripa,
"Kaulah yang hidup sendirian. Ada orang lain yang menunggumu, tapi kau tak acuh. Ada yang mengharapkan kedatanganmu, tapi kau tak peduli. Jangan menganggap nasib yang menimpamu itu terjadi pula pada orang lain anak muda."
Dahlan mengakhiri serangkaian aktivitas mahasiswanya dan berpindah menjadi wartawan di sebuah media massa daerah. Karirnya melejit meski diawali dengan berbagai penolakan. Dan sebagaimana kita tahu, Dahlan Iskan lalu menjadi pemimpin redaksi Jawa Pos yang gemilang.
Novel yang penuh inspirasi. mengajarkan banyak hal tentang perjuangan dalam hidup dan bagaimana bersikap. Kutipan favorit saya di novel ini adalah nasehat dari Bapak Iskan (Ayahnya Dahlan Iskan)
"Lidah dan hati  meski kau jaga lebih hati-hati"

warnakata

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar