Pengorbanan?-cermin

by 07.46 0 komentar


Setengah mati kutahan nyeri di kakiku akibat terpeleset di tangga kantor tadi sore. Atasanku menyuruh untuk beristirahat saja hingga sembuh dan membiarkan rekanku yang melanjutakan investigasi, namun aku menolaknya. Bukan aku jika tak mengerjakan pekerjaan sampai tuntas. Aku yang mulai membuka sedikit demi sedikit teka-teki kasus itu dan aku pulalah yang harus menyelesaikannya. Kupaksakan kakiku melangkah dan memasang wajah seperti tak terjadi apapun didepan rekan-rekan kerjaku. Padahal rasanya nyerinya sungguh tak tertahankan. Obat dari dokter di klinik tempatku bekerja juga tak banyak membantu. Sejenak kuselonjorkan kaki diatas beberapa kursi diruang kerjaku berharap nyerinya sedikit berkurang. Sebentar lagi aku harus menuju TKP. Benar saja, sesaat kemudian HP ku berdering.
“Gak hanya racun bos, positif pengniayaan juga.” ungkap seorang disebrang sana.
“Pacarnya?”
“Belum ketemu Bos, rumah, tempat kerja, tempat nongkrong, semua nihil.”
“Terus?  Masih aja laporan kayak gitu hah, udah berapakali aku bilang aku gak mau denger laporan basi kayak gitu.”
“Eh, iya bos maaf. Ini dicari lagi”
“Klik”
Dasar si Arif, masih aja basi dari dulu. Susah banget ngurusin tu anak. Kaki yang masih nyeri membuatku menunda ke TKP setidaknya sampai satu jam kedepan. Kuperbaiki posisi duduk dan mencoba untuk tidur sebentar. Sia-sia, mataku tak mau terpejam. Pikiranku masih terus hanyut dikasus yang sedang kutangani.
Entah kenapa tiba-tiba terpikir untuk membuka akun facebook cewek itu, Dara Jelita. Sejenak menelusuri dindingnya, gadis lebay rupanya, terlihat dari status dan foto-fotonya yang berceceran disana-sini. Kemudian mataku tertuju pada foto Dara dengan seorang laki-laki yang sepertinya tak asing bagiku. Ku zoom foto itu dan ku lihat lebih dekat. Seperti pernah melihat, tapi siapa?
***
Hingga keesokan harinya aku masih belum ingat siapa laki-laki yang mungkin pacar Dara. Pengecekan ulang di TKP tadi malam juga tak menunjukan hasil berarti. Hanya kutemukan foto itu, foto yang sama seperti di facebook. Nyeri dikakiku sedikit berkurang berkat keputuskanku untuk pulang lebih cepat dan beristirahat lebih lama tadi malam. 
Siang ini aku sudah dikantor lagi. Masih  dengan bahasa dan ekspresi yang sama, atasanku menyuruh istirahat saja. Tapi lagi-lagi kutolak dengan menjelaskan bahwa nyeri ku sudah banyak berkurang. Setelah berbincang sebentar dengan beliau kumelangkah keparkiran kantor sambil membuka HP. Aku butuh progress report dari Arif sekarang juga. Kucari kontak Arif saat melewati halaman kantor  dan tiba-tiba ia sudah mensejajari langkahku. Panjang umur ini anak.
“Hasil otopsi udah keluar Bos, racun positif but penganiayaan no
Kuhentikan langkahku, “Luka memar di wajah dan ditubuhnya?”
“Tak menunjukan hasil benda tumpul bos. Memarnya diperkirkan udah lebih dari dua hari, lebih mengarah ke benturan.”
“Pacarnya?”
“Bukan dia pelakunya Bos, pelakunya selingkuhan pacarnya.”
Hujan mengakhiri percakapanku dan Arif dihalaman kantor. Entah tiba-tiba aku merasa sangat perlu bertemu pelaku saat itu juga.
Kulihat pelaku sudah ditahan, dia duduk membelakangi jeruji besi. Tubuhnya  ramping dengan rambut panjang dan.... Sebentar, aku seperti mengenalnya. Kulanjutkan langkahku. Suara sepatuku meembuatnya menoleh.
“Ratih! Kau...!” aku terkejut bukan main melihatnya. Gadis didepanku ini ternyata adik sepupuku sendiri. Sungguh tak kupercaya. Aku mengenalnya dan Ratih adikku tak seperti ini.
Ratih tak bereaksi melihatku. Ia hanya berdiri mematung. Pandangannya kosong. Jelas ada yang janggal disini. Bagaimana tidak, Ratih bersamaku dirumah seharian hingga Arif memberitahuku kasus ini. Aku langsung ingat, bahwa laki-laki difoto itu adalah pacar baru Ratih yang ia kenalkan padaku dua minggu lalu dirumah. Aku jadi paham apa yang terjadi sekarang.
“Jadi karena pacar baru mu itu hah? Kenapa kau lakukan ini Ratih? Kau tahu kau mencoreng nama baik keluarga! Kau taruh mana akal sehatmu hingga kau mengakui kejahatan yang tak kau lakukan!’’ emosiku meledak tak karuan di sel itu.
“Cukup bang! Kau tak tahu apa-apa soal ini.” Katanya tenang lalu menjauhiku menuju pojok sel dan memeluk kedua kakinya.
Dan aku, mesti tak terucap, berjanji untuk menyelesaikan semua ini hingga tuntas.

warnakata

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar