Setengah mati kutahan nyeri di kakiku akibat terpeleset
di tangga kantor tadi sore. Atasanku menyuruh untuk beristirahat saja hingga
sembuh dan membiarkan rekanku yang melanjutakan investigasi, namun aku
menolaknya. Bukan aku jika tak mengerjakan pekerjaan sampai tuntas. Aku yang
mulai membuka sedikit demi sedikit teka-teki kasus itu dan aku pulalah yang
harus menyelesaikannya. Kupaksakan kakiku melangkah dan memasang wajah seperti tak
terjadi apapun didepan rekan-rekan kerjaku. Padahal rasanya nyerinya sungguh
tak tertahankan. Obat dari dokter di klinik tempatku bekerja juga tak banyak
membantu. Sejenak kuselonjorkan kaki diatas beberapa kursi diruang kerjaku
berharap nyerinya sedikit berkurang. Sebentar lagi aku harus menuju TKP. Benar
saja, sesaat kemudian HP ku berdering.
“Gak hanya racun bos, positif pengniayaan juga.”
ungkap seorang disebrang sana.
“Pacarnya?”
“Belum ketemu Bos, rumah, tempat kerja, tempat
nongkrong, semua nihil.”
“Terus? Masih
aja laporan kayak gitu hah, udah berapakali aku bilang aku gak mau denger laporan
basi kayak gitu.”
“Eh, iya bos maaf. Ini dicari lagi”
“Klik”
Dasar si Arif, masih aja basi dari dulu. Susah
banget ngurusin tu anak. Kaki yang masih nyeri membuatku menunda ke TKP
setidaknya sampai satu jam kedepan. Kuperbaiki posisi duduk dan mencoba untuk
tidur sebentar. Sia-sia, mataku tak mau terpejam. Pikiranku masih terus hanyut
dikasus yang sedang kutangani.
Entah kenapa tiba-tiba terpikir untuk membuka akun
facebook cewek itu, Dara Jelita. Sejenak menelusuri dindingnya, gadis lebay
rupanya, terlihat dari status dan foto-fotonya yang berceceran disana-sini. Kemudian
mataku tertuju pada foto Dara dengan seorang laki-laki yang sepertinya tak asing
bagiku. Ku zoom foto itu dan ku lihat
lebih dekat. Seperti pernah melihat, tapi siapa?
***
Hingga keesokan harinya aku masih belum ingat siapa
laki-laki yang mungkin pacar Dara. Pengecekan ulang di TKP tadi malam juga tak
menunjukan hasil berarti. Hanya kutemukan foto itu, foto yang sama seperti di facebook. Nyeri dikakiku sedikit
berkurang berkat keputuskanku untuk pulang lebih cepat dan beristirahat lebih
lama tadi malam.
Siang ini aku sudah dikantor lagi. Masih dengan bahasa dan ekspresi yang sama,
atasanku menyuruh istirahat saja. Tapi lagi-lagi kutolak dengan menjelaskan
bahwa nyeri ku sudah banyak berkurang. Setelah berbincang sebentar dengan
beliau kumelangkah keparkiran kantor sambil membuka HP. Aku butuh progress report dari Arif sekarang juga.
Kucari kontak Arif saat melewati halaman kantor dan tiba-tiba ia sudah mensejajari langkahku.
Panjang umur ini anak.
“Hasil otopsi udah keluar Bos, racun positif but penganiayaan no”
Kuhentikan langkahku, “Luka memar di wajah dan
ditubuhnya?”
“Tak menunjukan hasil benda tumpul bos. Memarnya
diperkirkan udah lebih dari dua hari, lebih mengarah ke benturan.”
“Pacarnya?”
“Bukan dia pelakunya Bos, pelakunya selingkuhan
pacarnya.”
Hujan mengakhiri percakapanku dan Arif dihalaman
kantor. Entah tiba-tiba aku merasa sangat perlu bertemu pelaku saat itu juga.
Kulihat pelaku sudah ditahan, dia duduk membelakangi
jeruji besi. Tubuhnya ramping dengan rambut
panjang dan.... Sebentar, aku seperti mengenalnya. Kulanjutkan langkahku. Suara
sepatuku meembuatnya menoleh.
“Ratih! Kau...!” aku terkejut bukan main melihatnya.
Gadis didepanku ini ternyata adik sepupuku sendiri. Sungguh tak kupercaya. Aku
mengenalnya dan Ratih adikku tak seperti ini.
Ratih tak bereaksi melihatku. Ia hanya berdiri
mematung. Pandangannya kosong. Jelas ada yang janggal disini. Bagaimana tidak,
Ratih bersamaku dirumah seharian hingga Arif memberitahuku kasus ini. Aku
langsung ingat, bahwa laki-laki difoto itu adalah pacar baru Ratih yang ia
kenalkan padaku dua minggu lalu dirumah. Aku jadi paham apa yang terjadi
sekarang.
“Jadi karena pacar baru mu itu hah? Kenapa kau
lakukan ini Ratih? Kau tahu kau mencoreng nama baik keluarga! Kau taruh mana
akal sehatmu hingga kau mengakui kejahatan yang tak kau lakukan!’’ emosiku
meledak tak karuan di sel itu.
“Cukup bang! Kau tak tahu apa-apa soal ini.” Katanya
tenang lalu menjauhiku menuju pojok sel dan memeluk kedua kakinya.
Dan aku, mesti tak terucap, berjanji untuk
menyelesaikan semua ini hingga tuntas.
0 komentar:
Posting Komentar