SEMARANG, muslimdaily.net – Menikah muda adalah
keputusan yang terkadang masih dihindari sebagian orang. Namun tidak
dengan Azhar Nurun Ala. Penulis novel Ja(t)uh ini punya pandangan lain
tentang pernikahan. Jika banyak orang yang percaya bahwa menikah itu tak
perlu buru-buru karena bukan perlombaan, tidak menurut laki-laki yang
menikah di usia 20 tahun ini.
“Kita para muslim diperintahkan untuk ber-fastabiqul khairat,
berlomba-lomba dalam kebaikan. Jika kita melihat menikah adalah sebuah
perintah Allah yang merupakan kebaikan, maka sebenarnya itu adalah
perlombaan. Masalahnya adalah kita ini manusia biasa yang banyak
kekurangannya. Begitu banyak perlombaan di dunia ini dan setiap kita
tidak harus menang dalam setiap perlombaan itu. Dengan beberapa faktor
pertimbangan tentunya, alhamdulillah saya bisa memenangkan kebaikan ini,” ujar Azhar.
Tak jarang orang tidak berminat menikah muda dengan berbagai alasan
seperti masalah kemapanan. Bagi Azhar, pandangan masyarakat akan tetap
seperti itu selama tak ada seorang yang membuktikan bahwa menikah muda
itu tidak masalah. Jika banyak orang yang membuktikan, maka lambat laun
pandangan masyarakat juga akan berubah. Sama seperti menulis, dulu orang
tak berminat menjadi penulis. Royalti yang kecil dan kurang dihargai.
Namun kini banyak penulis yang justeru berlimpah materi dari menulis.
Penghargaan dari masyarakat kepada penulis sekarang pun lebih tinggi.
Maka orang mulai memandang berbeda bahkan melirik profesi ini.
Azhar yang memutuskan menikah di semester sembilan kuliahnya mengaku merasakan banyak manfaat setelah menikah.
“Saya merasa hidup lebih terencana, punya tanggung jawab lebih. Kalau
dulu ngisi acara pulangnya santai, jalan-jalan dulu lah. Tapi sekarang
tidak bisa karena ada tanggung jawab besar yang ditinggal di sana,”
urainya.
Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa ia menjadi lebih banyak
memiliki sudut pandang dalam menilai sesuatu, langkah semakin mantap dan
lebih percaya diri karena ada yang mendukung dan mendampingi. Support,
penghargaan, dan rasa hormat dari isteri adalah hal yang penting bagi
suami, begitu pula yang dirasakan oleh laki-laki yang pernah menjadi
wakil BEM UI 2013 ini. Membuat ia terus bertahan menjalani kehidupan
yang penuh onak duri.
Menurutnya, menikah tak hanya menyatukan dua hati dan dua kepala. Ia
adalah sebuah awal untuk menyatukan dua keluarga. Oleh karena itu
dukungan keluarga tentu sangat penting bagi setiap pasangan yang
memutuskan menikah.
Niat Azhar untuk menikah di usia muda sempat menimbulkan kekhawatiran
tersendiri bagi orang tuanya. Terutama masalah ekonomi. Namun setelah
pemuda asli Lampung ini berhasil membuktikan kesanggupannya, orang tua
akhirnya mendukung penuh niatnya itu dan akhirnya tanggal 8 Maret 2014
ia mengucap ijab qabul.
“Alhamdulillah saya punya orang tua yang demokratis. Dalam milih
jurusan, mau beraktivitas jadi apa, itu tidak pernah dipaksa tidak
pernah diarahkan. Mungkin di nasehati iya, tapi diarahkan banget enggak.
Termasuk ketika saya bilang ingin menikah. Orang tua pada awalnya
khawatir. Pesan orang tua siapkan diri saja untuk menjadi imam yang
baik,” ungkapnya ketika ditemui muslimdaily.net selepas mengisi acara Forum Silaturahmi Mahasiswa Baru yang diselenggarakan di Fakultas Hukum UNNES Sabtu (12/9) lalu.
Banyak kejadian-kejadian romantis yang terjadi padanya selama 20
tahun hidupnya itu hingga ia menuliskannya dalam novel yang berjudul
Tuhan Maha Romantis. Termasuk kisah cintanya dengan isteri yang terpatu 3
tahun lebih tua.
Menikah adalah sebuah fase pendewasaan mencintai bagi suami Vidia
Nuarista ini. Setelah menikah ia merasakan sebuah transformasi besar
karena sekarang mulai bisa dewasa dalam mencintai dan tentunya lebih
tulus. Seperti ide terkuat novel keempatnya, Cinta Dalam Perlawanan.
Dalam novelnya itu ia ungkapkan, “Aku mencintaimu, karena aku memilih
mencintaimu, karena cinta lebih membutuhkan pembuktian daripada alasan.”
“Mungkin saya pernah jatuh cinta pada isteri saya dulu sebelum
menikah. Karena dia cantik misalnya, atau karena dia baik dan lemah
lembut. Tapi setelah menikah mau tidak mau saya harus meluruhkan,
menghancurkan semua alasan-alasan itu dan mengganti alasan itu dengan
sebuah komitmen: aku mencintaimu karena aku memilih mencintaimu bukan
karena dia bla bla bla bla… karena itu semua mungkin akan hilang,”
jelasnya. [Titin Fitriyani]
0 komentar:
Posting Komentar