"Yang
dunia kerja butuhkan itu bukan sekadar IPK kalian. Melainkan juga kemampuan
komunikasi dan kemampuan bekerja dalam tim”. Begitu ungkap seorang profesor
dalam sebuah orasi ilmiah di acara wisuda pascasarjana sebuah universitas
swasta di Jogjakarta sebulan yang lalu.
gambar: pgsdhmj.wordpress.com |
Bagi
sebagian mahasiswa, IPK adalah tujuan utama saat menempuh pendidikan tinggi.
Sebagian lain memilih tak terlalu mementingkan IPK. Sah-sah saja sebenarnya,
mereka pasti memiliki alasan tersendiri dalam menempatkan IPK ditengah
pendidikan tinggi mereka.
Sebenarnya
apa sih IPK itu?
IP
(Indeks Prestasi) adalah nilai yang kita peroleh dari setiap mata kuliah yang
kita ambil. setiap mata kuliah akan memiliki nilai akhir yang dilambangkan
dengan huruf, mulai dari A, B, C, D hingga E. Masing-masing huruf memiliki
nilai, misalnya 4 untuk A, 3 untuk B, dan sebagainya. Selanjutnya, nilai per
mata kuliah dikalikan dengan jumlah SKS mata kuliah tersebut. Kemudian,
dijumlahkan untuk semua mata kuliah dalam satu semester. Didapatlah nilai mutu.
Lalu, bagikan dengan jumlah SKS satu semester. Didapatlah IP.
Sementara
IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) gampangnya adalah rata-rata IP. Bagikan total
mutu dengan jumlah semua SKS yang kamu ambil (tak hanya satu semester tapi
semuanya) maka ketemulah yang namanya IPK itu.
Lalu
seberapa penting IP dan IPK ini bagi mahasiswa? Ya tentu penting.Tapi tenang
saja, IPK bukan segalanya. Perolehan IP tentu hasil perjuangan yang tak mudah,
itu juga memerlukan kerjasama antara mahasiswa dan dosen. Biasanya dipertemuan
awal perkuliahan dosen dan mahasiswa akan menyepakati kontrak kuliah selama
satu semester kedepan. Dosen akan menjelaskan bagian mana saja yang memperoleh
penilaian dengan bobot yang tinggi. Disinilah mahasiswa harus memanfaatkannya semaksimal
mungkin. IP biasanya ditentukan oleh beberapa dari empat hal berikut ini:
1. Attendance (Kehadiran)
Setiap universitas memiliki batas minimal tersendiri
berapa kehadiran mahasiswa dikelas untuk dapat mengikuti ujian akhir. Contohnya
nih di kampus A untuk setiap mata kuliah yang berjumlah 12 kali tatap muka
dalam satu semester ditentukan minimal kehadiran 75%. Artinya, kamu minimal ikut kuliah itu 9
kali atau dengan kata lain kamu punya kesempatan bolos 3 kali. Tapi tunggu
dulu, patokan 75% itu bukan dari pertemuan standar yan ditetapkan universitas.
Biasanya ada dosen yang hanya mengadakan
pertemuan selama 10 kali. Nah kalau begini 75% nya bukan dari 12 kali tapi 10
kali. Coba itung berapa kali kamu bisa bolos kuliah kalau begitu. Jadi
hati-hati ya. Lebih baik jangan
manfaatkan sepenuhnya kesempatan bolos itu, syukur-syukur presensinya bisa
full.
2. Tugas
Dosen biasanya juga memberi tugas yang bervariasi.
Mulai dari yang sepele hingga ribet minta ampun. Ini juga bisa menjadi salah
satu komponen yang akan membentuk IP nanti.Tergantung dosennya memberi bobot
berapa.
3. Keaktifan
Yang satu ini penting. Dosen tak haya engajar satu
kelas saja. Beliau pasti mengajar banyak kelas dan tak mungkin hafal satu-satu
sama mahasiswanya. Yang bisa belliau hafalkan adalah mahasiswa paling pintar
atau paling aktif dan paling nyleneh.
Silahkann mau pilih yang mana. Ini juga bisa membentuk IP, sekali lagi
tergantung dosennya. Sarannya sih, manfaatkan benar di bagian ini karena akan
banyak keuntungan jika dihafal dosen tentunya dengan image yang baik dan elegan
ya jagan sampai hanya cari muka aja tanpa kemampuan lebih.
4. UTS
UTS juga salah satu pembentuk IP. Bobotnya juga
tergantung kesepakatan mahasiswa dengan dosen. Itu kalau dosennya demokratis.
5. UAS
Nah ini yang kadang jadi momok. UAS biasanya udah
terjadwal dan bobotnya bisa jadi paling tinggi diantara nilai yang lainnya. Yah
meski ada dosen yang tak memberi bobot uts paling tinggi juga.
Sebagian
mahasiswa mentargetkan IPK diatas 3,5 bahkan 4,0. Yang lainnya sudah merasa
cukup dengan IPK 3,0. Sah-sah saja karena itu tergantung pada keinginan setiap
individu. IPK menjadi penting saat tiba masanya mengikuti seleksi perolehan
pekerjaan namun tidak selalu begitu untuk mendapatkan pekerjaan. Mengapa?
Begini,
setiap perusahaan atau instansi yang akan menggelar seleksi karyawan tentu saja
menetapkan batas minimal IPK bagi para peserta untuk dapat mengikuti seleksi
itu. Disini mahasiswa yang ber-IPK tinggi tentu saja lebih mudah masuk. Namun
setelah itu, saat masa-masa seleksi berlangsung tak pernah ada yang menjamin
bahwa yang IPK nya tinggi alias cumlaude
akan memperoleh pekerjaan. Kemampuan dalam bekerja juga tak bisa semata-mata
diukur dengan IPK. Bahkan tak jarang IPK tak berlaku lagi saat bekerja. Bisa
saja orang dengan IPK rendah lebih baik pekerjaannya dari pada IPK yang tinggi.
Karena dalam bekerja yang lebih dibutuhkan adalah keterampilan.
Akhirnya
silahkan cari IP dan IPK idaman kalian. Tentu saja dengan cara-cara yang baik ya. Katanya sih biar berkah. Usahakan
IPK kalian memang benar-benar mencerminkan kemampuan kalian. Jangan sampai jomplang, IPK selangit, tapi kemampuan
nol. Itu akan menghancurkan harga diri kalian sendiri.
Good
luck!
0 komentar:
Posting Komentar