image source: 2012ilhammuzakki.blogspot.com |
Baru-baru
ini aku sedang berkutat pada masalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan
yang coba kubahas dalam penyelesaian tugas akhirku. Kemudian, (karena gagal
fokus) aku malah jadi teringat dengan sebuah legenda klasik tentang kepingan kisah
cinta menyedihkan milik Mak Lampir. Kau
tahu kan? Iya, Mak Lampir legenda dari Sumatera yang diadaptasi di Pulau Jawa
karena adanya Gunung Merapi itu.
Dalam
film, sosok Mak Lampir digambarkan menyerupai nenek sihir yang menyeramkan.
Namun tahukah kau, Mak Lampir dulunya merupakan seorang putri cantik jelita
dari kerajaan kuno Champa.
Biarkan
aku sedikit menceritakannya,
Alkisah, Mak Lampir jatuh cinta dengan seorang pimpinan
pasukan harimau yang bernama Datuk Panglima Kumbang. Namun sayang, cinta Mak
Lampir tak direstui oleh orang tuanya. Mak Lampir yang memilih mempertahankan
cinta itu harus menerima kenyataan dibuang oleh orang tuanya. Sejak saat
itulah, Mak Lampir memutuskan untuk bertapa di Gunung Merapi. Dalam
pertapaannya, ia berguru dengan pertapa sakti, hingga akhirnya Mak Lampir
mempunyai kekuatan tak tertandingi. Ia tak tahu jika sebenarnya sang Datuk juga
mencintainya ketika akhirnya mereka dipertemukan dalam pertempuran yang
menewaskan sang Datuk. Menjelang kematian sang Datuk, Mak Lampir baru tahu bahwa
cintanya berbalas. Mak Lampir menyesal telah menghabisi sang Datuk. Ia lalu
mengikat jiwa sang Datuk ke bumi dengan risiko tubuh dan wajahnya menjadi buruk
rupa. Mak Lamipir mengorbankan dirinya. Namun sayang, gayuh tak bersambut. Ketika
Datuk hidup kembali, dia tidak mengenali Mak Lampir yang dicintainya. Dia
berbalik menganggap Mak Lampir adalah setan penebar teror.
Perasaan yang sama, dengan jalan cerita berbeda,
dirasakan pula oleh berjuta makhluk di bumi ini hingga sekarang. Coba kau
hitung, berapa kali harapanmu tak sesuai dengan kenyataan? Berapa kali kau
merasa dikecewakan seseorang? Berapa kali cinta mu bertepuk sebelah tangan? Berapa
kali kau patah hati?
Apa nasehat, saran yang kau dengar ketika perasaan itu
kau rasakan? Sabar? Ikhlas? Move on? Membosankan bukan?
Tapi jika kau mau mencermatinya lagi, nasehat-nasehat itu
benar juga. Memangnya apa yang akan kau lakukan selain menerima semua perasaan
itu kemudian mendapati dirimu berada pada keadaan tanpa beban yang banyak orang
bilang move on itu?
Susah?
Memang. Tapi tenang saja, kau tak harus melenyapkan sama sekali semua perasaan
itu. Terlampau sulit. Dengar, move on bukan berarti berhenti merasakan,
melainkan berhenti memaksakan. ^^
[*sedikit
tulisan yang tersusun ketika sudah mentok ngerjain revisian :D, maafkan jika
membuat kalian mengernyitkan dahi -_- thanks to http://bali.tribunnews.com yang sudah
mengingatkan lagi legenda yang dibahas di atas]
0 komentar:
Posting Komentar